Saat ini di
Eropa dan wilayah utara bumi tengah musim dingin. Salah satu fenomena menarik
saat musim dingin adalah salju. Menjadi unik karena kristal-kristal es yang
lembut dan putih seperti kapas ini hanya hadir secara alami di negeri empat
musim atau di tempat-tempat yang sangat tinggi seperti puncak gunung Jayawijaya
di Papua. Kenapa salju secara alami tidak bisa hadir di wilayah tropis seperti
negeri kita?
Proses pembentukan salju
Untuk menjawab itu, bisa kita mulai dari proses
terjadinya salju. Berawal dari uap air yang berkumpul di atmosfer Bumi,
kumpulan uap air mendingin sampai pada titik kondensasi (yaitu temperatur di
mana gas berubah bentuk menjadi cair atau padat), kemudian menggumpal membentuk
awan. Pada saat awal pembentukan awan, massanya jauh lebih kecil daripada massa
udara sehingga awan tersebut mengapung di udara – persis seperti kayu balok
yang mengapung di atas permukaan air. Namun, setelah kumpulan uap terus
bertambah dan bergabung ke dalam awan tersebut, massanya juga bertambah,
sehingga pada suatu ketika udara tidak sanggup lagi menahannya. Awan tersebut
pecah dan partikel air pun jatuh ke Bumi.
Partikel air yang jatuh itu adalah air murni (belum
terkotori oleh partikel lain). Air murni tidak langsung membeku pada temperatur
0 derajat Celcius, karena pada suhu tersebut terjadi perubahan fase dari cair
ke padat. Untuk membuat air murni beku dibutuhkan temperatur lebih rendah daripada
0 derajat Celcius. Ini juga terjadi saat kita menjerang air, air menguap kalau
temperaturnya di atas 100 derajat Celcius karena pada 100 derajat Celcius
adalah perubahan fase dari cair ke uap. Untuk mempercepat perubahan fase sebuah
zat, biasanya ditambahkan zat-zat khusus, misalnya garam dipakai untuk
mempercepat fase pencairan es ke air.
Biasanya temperatur udara tepat di bawah awan adalah
di bawah 0 derajat Celcius (temperatur udara tergantung pada ketinggiannya di
atas permukaan air laut). Tapi, temperatur yang rendah saja belum cukup untuk
menciptakan salju. Saat partikel-partikel air murni tersebut bersentuhan dengan
udara, maka air murni tersebut terkotori oleh partikel-partikel lain. Ada
partikel-partikel tertentu yang berfungsi mempercepat fase pembekuan, sehingga
air murni dengan cepat menjadi kristal-kristal es.
Partikel-partikel pengotor yang terlibat dalam proses
ini disebut nukleator, selain berfungsi sebagai pemercepat fase pembekuan, juga
perekat antaruap air. Sehingga partikel air (yang tidak murni lagi) bergabung
bersama dengan partikel air lainnya membentuk kristal lebih besar.
Jika temperatur udara tidak sampai melelehkan kristal
es tersebut, kristal-kristal es jatuh ke tanah. Dan inilah salju! Jika tidak,
kristal es tersebut meleleh dan sampai ke tanah dalam bentuk hujan air.
Pada banyak kasus di dunia ini, proses turunnya hujan
selalu dimulai dengan salju beberapa saat dia jatuh dari awan, tapi kemudian
mencair saat melintasi udara yang panas. Kadang kala, jika temperatur sangat
rendah, kristal-kristal es itu bisa membentuk bola-bola es kecil dan terjadilah
hujan es. Kota Bandung termasuk yang relatif sering mengalami hujan es. Jadi,
ini sebabnya kenapa salju sangat susah turun secara alami di daerah tropik yang
memiliki temperatur udara relatif tinggi dibanding wilayah yang sedang
mengalami musim dingin.
Struktur unik salju
Kristal salju memiliki struktur unik, tidak ada
kristal salju yang memiliki bentuk yang sama di dunia ini (lihat Gambar
SnowflakesWilsonBentley.jpg) – ini seperti sidik jari kita. Bayangkan, salju
sudah turun semenjak bumi tercipta hingga sekarang, dan tidak satu pun salju
yang memiliki bentuk struktur kristal yang sama!
Keunikan salju yang lainnya adalah warnanya yang
putih. Kalau turun salju lebat, hamparan bumi menjadi putih, bersih, dan
seakan-akan bercahaya. Ini disebabkan struktur kristal salju memungkinkan salju
untuk memantulkan semua warna ke semua arah dalam jumlah yang sama, maka
muncullah warna putih. Fenomena yang sama juga bisa kita dapati saat melihat
pasir putih, bongkahan garam, bongkahan gula, kabut, awan, dan cat putih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar